Mengenai Saya

Foto saya
Thariqah Sammaniyah al-'Aliyyah al-Qodiriyah al-Khalwatiyah - Syatthariyah 'Arifin Billah - Syatthariyah Ashaliyah - Naqsyabandiyah al-Khalidiyah. Dibawah bimbingan : Guru Mursyid Tengku Mudo al-Khalidi as-Sammani as-Syatthari. Dengan alamat : Kelurahan.Jombang, Kecamatan.Ciputat, Kota.Tagerang Selatan, Provinsi.Banten. WhatsApp Admin : 082385789999

Senin, 01 April 2019

Maqam Fana & Baqa

"Dan bagi Allah itu ada beberapa
rahasia yang diharamkan-Nya
untuk menyatakannya, maka
jangan kamu buka". (Hadis yang
tercantum dalam kitab Addurun Nafis)

Ketika kita telah memahami
rahasia musyahadah dengan zauq
(rasa), maka kita wajib
memelihara dan menjaganya.
Karena di sana terdapat berbagai
rahasia ketuhanan yang haram
untuk diungkap. Tentu saja
sebagai hamba yang beriman, kita
wajib mematuhi segala perintah
dan larangan-Nya. Termasuk
mematuhi perintah untuk
menyimpan dalam hati apa pun
yang kita ketahui tentang rahasia
ketuhanan, dan tidak
menceritakannya kepada
sembarang orang. Apalagi kepada
orang yang bukan ahlinya. Karena
rahasia musyahadah adalah
rahasia hati (sirr) yang amat
mulia.

Maqam Fana & Baqa

Kategori orang yang ahli adalah
orang yang hatinya suci dari
segala sesuatu selain Allah. Orang
semacam itu senantiasa
menjunjung tinggi amanat yang
diberikan Allah, untuk tidak
menceritakan kepada siapa pun
hal-hal yang dialaminya, selama
dalam proses perjalanan spiritual.
Ia juga senantiasa menjaga
berbagai hal yang dapat
menghalanginya dari Allah SWT.
Di samping itu, karena orang
tersebut telah mencapai Maqam
Baqa maka wajib baginya untuk
kembali menerapkan syariat Nabi
Muhammad SAW. Menunaikah
segala perintah dan larangan yang
ditetapkan dalam syariat dan
senantiasa bertindak dan berlaku
profesional dalam memenuhi hak
dan kewajibannya. Sehingga ia
kekal bersama Allah (baqa billah).
Sebuah maqam yang didambakan
oleh semuapejalan (salik).

Dalam ilmu tauhid dikenal dua
macam maqam:
1. Maqam Fana, yaitu memandang
dan bermusyahadah tentang
empat perkara. Tauhidul af ’al,
Tauhidul asma, Tauhidus Sifat,
dan Tauhidudz Dzat.

2. Maqam Baqa. Terdiri dari
Syuhudul Katsrah Fil Wahdah,
yang artinya memandang yang
banyak di dalam yang satu. Dan
Syuhudul Wahdah Fil Katsrah,
yakni memandang yang satu di
dalam yang banyak.
Maqam Baqa lebih tinggi dan
lebih mulia daripada Maqam Fana.
Karena, Maqam Fana akan binasa
dan lenyap di bawah Ahdiyyah
Allah, sedangkan Maqam Baqa
adalah maqam yang tetap dan
kekal di dalam Wahdiyyah Allah.

Selain itu, Maqam Fana adalah
maqam dari pandangan, bahwa
tiada yang maujud kecuali Allah,
sementara Maqam Baqa adalah
maqam dari pandangan, bahwa
Allah dan Qayyumiyyah-Nya
senantiasa menyertai setiap
zarratul wujud (bagian terkecil
dari wujud), yang berarti Ia Qaim
(berdiri) di atas segala wujud.
Maqam Baqa dinamakan juga
Maqam Tajalli, Zhuhur
(penampakan), dan Maqam.

Penjelasan lebih lanjut mengenai
maqam ini, dapat dilihat dari
kalimat-kalimat berikut:

"Aku tidak melihat sesuatu
melainkan aku melihat Allah
bersamanya."

"Aku tidak melihat sesuatu
melainkan aku melihat Allah di
dalamnya."

"Aku tidak melihat sesuatu
melainkan aku melihat Allah
sebelumnya."

"Aku tidak melihat sesuatu
melainkan aku melihat Allah
sesudahnya."

Maqam Baqa tidak dapat dicapai
kecuali telah melewati Maqam
Fana. Dengan kata lain, Maqam
Baqa merupakan maqam yang
dihasilkan dari Maqam Fana.
Karena dihasilkan dari Maqam
Fana, maka Maqam Baqa tidak
lain daripada fanaulfana ("lenyap
dalam kelenyapan"), yang dicapai
setelah fana. Di dalam Syarah
Ward Sahr , Maulana Syaikh
Abdullah Ibn Hijazi asy-Syarqawi
al-Misri ra. mengatakan: "Biasanya,
tidaklah mungkin dapat diperoleh
Maqam Baqa billah melainkan
terlebih dahulu berhasil dicapai
Maqam Fana. Hasil dari Maqam
Fana adalah Maqam Baqa. Jika
tidak demikian, maka itu jarang
terjadi alias nadir."

Pengertian fana menurut definisi
ahli tasawuf adalah meng-qaim-
kan Allah beserta Asma, Sifat, dan
Zat-Nya. Sebagian kalangan 'arifin
billah mengatakan bahwa yang
dimaksud dengan fana adalah
menjadi fana dari hawa nafsu
kemanusiaan (basyariyyah) untuk
berpaling kepada Tuhannya.
Sedangkan, definisi baqa menurut
para ahli tasawuf adalah, Allah
SWT berdiri (qa'im) di atas segala
sesuatu. Sebagian 'arifin
berpendapat bahwa:
"Baqa adalah keadaan di mana
hamba merasa bahwa ia dari
Allah, untuk Allah, dan dengan
Allah."
Yang dimaksud "dari Allah" adalah
bahwa Allah lah yang
menciptakan semua yang
berwujud dan yang terjadi. Yang
dimaksud "untuk Allah" adalah
bahwa kepemilikan hanya untuk
Allah dan realiti-Nya; dan yang
dimaksud "dengan Allah" adalah
bahwa ia maujud dengan sebab al-
Haqq Ta'ala. Syekh Qutubuddin
Qistani qs. berpendapat bahwa:
"Baik Maqam Fana maupun
Maqam Baqa, keduanya
merupakan sifat ma'nawiah pada
hamba. Di antara keduanya, salah
satunya menjadi penyebab
lahirnya yang lain. Yaitu, Maqam
Fana menghasilkan Maqam Baqa.

Keduanya, dalam istilah isyarat
Sufi, fana ditujukan terhadap
segala sifat jahat basyariyyah,
sedangkan baqa ditujukan pada
sifat-sifat terpuji yang Uluhiyyah."

Syekh Ibrahim Ibn Sufyan qs.
mengatakan bahwa: "Fana dan
baqa mengandung nilai keikhlasan
Wahdaniyyah (Keesaan) dan
merupakan bentuk pengabdian
yang sejati. Bentuk-bentuk
pengabdian selain dari keduanya
dapat dianggap sebagai sesat dan
Zindik."

Shiddiqin & 'Arifin
Jika seseorang telah berhasil
mencapai maqam Fana Fillah dan
Baqa Billah, niscaya ia akan
memperoleh lezatnya cita rasa
musyahadah akan Allah,
sebagaimana yang dicita-
citakannya, yang tidak
memperolehnya dari maqam-
maqam lainnya. Orang ini sampai
pada derajat orang yang shiddiq,
yakni orang yang didekatkan
kepada Allah (muqarrabin),
sehingga ia menjadi ahli tauhid
yang sebenarnya, dan kemudian
disebut pula sebagai 'Arif billah
yang sejati, atau Waliyullah. Di
dalam setiap tarikan nafas orang
ini, diperoleh pahala dari Allah
sebanyak seribu kali orang yang
mati syahid dalam perang
fisabilillah. Hal ini seperti
terungkap dalam pernyataan
Qutub al-Gaws Muhyin Nufus
Maulana Sayyid Abu Bakar al-
Idrus qs:
"Sesungguhnya, setiap tarikan
nafas kaum 'arif memperoleh
pahala seribu kali lipat daripada
pahala orang yang mati syahid
pada jalan Allah (sabilillah)."

Padahal, jumlah tarikan nafas
manusia normal dalam sehari
semalam adalah sekitar dua puluh
delapan ribu. Pada saat di mana
seseorang telah mencapai Maqam
Fana dan baqa tersebut, "jannah
mu'ajjalah" akan diperoleh
seketika, yaitu berupa ma'rifah
akan Allah SWT. Ia juga akan
mendapatkan segala nikmat dan
kelezatan yang didambakan oleh
nafsu dan matanya secara kekal,
abadi, sebagaimana disebutkan di
dalam firman-Nya:
"Dan di dalam Surga itu
terdapat segala apa yang diingini
oleh hati dan sedap (dipandang)
mata dan kamu kekal di
dalamnya." (Az Zukhruf : 71).

Di dalam Surga ia akan merasakan
nikmat yang tidak pernah
didengar oleh telinga dan tidak
pernah terlintas di hati manusia.

Nabi Muhammad SAW
menggambarkan hal ini:
"Diciptakan di dalam Surga
nikmat yang tiada pernah dilihat
oleh mata, tiada pernah didengar
oleh telinga, dan tiada pernah
terlintas di hati
manusia.” (Tercantum dalam kitab
Addurun Nafis)

Allah juga akan membuka hijab
yang selama ini menutupi, dan
memperkenalkan Diri-Nya
kepadanya. Sehingga, orang ini
akan mengenal Allah dengan
benar dan makrifat dengan
sempurna. Dan pada gilirannya
akan mampu melihat Allah
dengan sebenar-benar Zat-Nya
yang Laysa Kamitslihi Syay-Un Wa
Huwas Samii’ul Bashiir (tidak satu
pun serupa dengan-Nya dan Dia
Maha Mendengar lagi Maha
Melihat). Dengan demikian, orang
ini pada dasarnya telah
memperoleh kemenangan saat itu
juga. Ia dapat berdampingan dan
berdekatan dengan Allah SWT. Ia
akan terbebas dari rasa sakit
(penyakit) dan duka nestapa. Dan
sebaliknya, rasa suka citanya
semakin bertambah. Proses seperti
ini berlangsung abadi. Hal ini
seperti disebutkan di dalam Al
Quran:
"Ingatlah, sesungguhnya wali-wali
Allah itu, tidak ada kekhawatiran
terhadap mereka dan tidak (pula)
mereka bersedih hati." (Yunus: 62) .

Wallahualam

3 komentar:

"Terimakasih telah berkunjung ke blog saya, silahkan berkomentar dengan sopan"