Mengenai Saya

Foto saya
Thariqah Sammaniyah al-'Aliyyah al-Qodiriyah al-Khalwatiyah - Syatthariyah 'Arifin Billah - Syatthariyah Ashaliyah - Naqsyabandiyah al-Khalidiyah. Dibawah bimbingan : Guru Mursyid Tengku Mudo al-Khalidi as-Sammani as-Syatthari. Dengan alamat : Kelurahan.Jombang, Kecamatan.Ciputat, Kota.Tagerang Selatan, Provinsi.Banten. WhatsApp Admin : 082385789999

Kamis, 11 April 2019

IJAZAH IRSYAD TAREKAT NAQSYANDIYAH IDENTITAS DAN WARISAN BUDAYA MINANGKABAU


   
    Foto: Ijazah Irsyad Tulisan Tangan


    Foto: Ijazah Irsyad Cetak

Naskah Ijazah Irsyad Tarekat Naqsyabandiyah ini adalah bukti keberadaan tarekat Naqsyabandiyah di Minangkabau, karena melalui naskah ini dapat diungkap sejarah, dinamika dan perkembangan tarekat Naqsabandiyah di Minangkabau. 


Secara sosial budaya, naskah ini merupakan identitas, kebanggaan dan warisan yang berharga. Sebagai hasil kegiatan intelektual dalam masyarakat tradisional (local genius) naskah ijazah ini merupakan warisan budaya yang berisi beraneka ragam teks karya cipta masyarakat yang dapat digunakan untuk penelitian keagamaan. Yusuf 2006: 3 menyebutkan, bahwa naskah dapat digunakan untuk penelitian keagamaan, falsafah, kesejarahan, kesusastraan, kebahasaan, persoalan adat-istiadat, perundang-undangan, dan kajian-kajian dengan sudut pandang yang lain.  


Naskah Ijazah Irsyad Tarekat Naqsyabandiyah ini berusia lebih kurang 84 tahun, dengan kondisi huruf kertas yang baik . Naskah ijazah ini terdapat dengan dua versi, yakni ijazah tulisan tangan, dan cetak dengan hiasan "ilumitasion" dipinggirnya.

 

Pada awalnya, naskah Ijazah Irsyad ini tersimpan di Surau Tarekat Naqsyabandiyah (Surau Simpang Japan) yang terletak di Nagari Matua Hilia Kabupaten Agam. Naskah bertarikh 1355 H adalah milik Syeikh Imam Basa Diradjo, guru tarekat sekaligus pemilik surau tersebut. 

Naskah ijazah ini menjelaskan beberapa hal, diantaranya adalah:  

1. Ijazah diberikan kepada KACIAK bergelar IMAM
    BASA DIRADJO nagari MATUA HILIA suku CANIAGO
2. Hak pemilik Ijazah: Mengajarkan zikir dan tawajuh
   dalam Nagari Matua Hilia dan di tempat-tempat 
   yang mengamalkan Tarekat Naqsyabandiyah.
3. Tarekat yang diajarkan adalah                                                           Tarekat Naqsyabandiyah Mujaddidiyah  al-Khalidiyah.
4. Asas / aturan yang harus dipatuhi dalam mengajarkan ajaran ini.
5. Ijazah dikeluarkan di Surau Baru Palembayan oleh                              Syeikh Muhammad Adam, memiliki cap/ stempel. 

Keberadaan Naskah ini menjadi salah satu data penting perjalanan intelektual di Minangkabau, khususnya daerah Agam (Agam-Bukittinggi). Naskah ijazah ini membuktikan bahwa, semenjak tahun 1934 masehi (1355 Hijriyah) di Minangkabau pengajaran ilmu agama adalah hal yang sangat penting. Sejarah juga mencatat, bahwa pejuang-pejuang tangguh kemerdekaan adalah orang-orang gagah berani dengan pengetahuan agama yang kuat.

SEKILAS TENTANG  TAREKAT NAQSYABANDIYAH

Istilah "tarekat' memiliki banyak pengertian. Ia bisa berarti 'jalan', terutama kesufian, atau 'organisasi persaudaraan sufi'. Di Indonesia istilah Thariqah sering ditulis Tarekat berarti sebagai organisasi persaudaran sufi, sehingga tarekat dalam pengertian ini berarti pengorganisasian ajaran esoteris (khusus kesufian). Maknanya dekat dengan kata sirath (Jalan jembatan), syariat (jalan menuju sumber air), sabil (jalan). Oleh karena itu, tarekat mengandung tiga pengertian, yakni jalan lurus menuju Allah, praktek tasawuf, dan persaudaraan sufi.


Makna dari tarekat yang lainnya adalah persaudaraan sufi yang relative terorganisir menjadi kelompok sosial. dalam arti ini tarekat bukan hanya merupakan jalan spritual, namun juga merupakan organisasi sosial dalam arti yang dipersatukan oleh keyakinan ilmu dan satu amalan serta memiliki norma atau adab-adab perilaku tertentu yang harus dipatuhi.


Tarekat sebagai kelompok sosial yang teratur, memiliki norma tertentu menjadikan lembaga "surau" sebagi pusat pendidikan maupun pusat pelaksanaan aktivitas ibadah. Surau juga merupakan titik tolak Islamisasi di Minangkabau. Sebagai pusat tarekat, surau juga menjadi benteng pertahanan Minangkabau terhadap berkembangnya dominasi kekuatan Belanda (Azra, 2003:34). Selain itu, sebagai pusat tarekat, surau juga menjadi tempat untuk konsentrasi gerakan bagi masing-masing golongan yang sedang berpolemik tentang paham keislaman yang terjadi di Minangkabau pada akhir abad ke-19 sampai awal abad ke-20. Dalam fungsinya yang terakhir, pada waktu itu surau menjadi institusi penting dalam proses transmisi berbagai pengetahuan Islam. Di surau itulah para ulama dari masing-masing golongan tarekat membangun jaringan guru-murid sehingga tercipta saling-silang hubungan keilmuan yang sangat kompleks.

Naqsyabandiyah merupakan salah satu tarekat sufi yang paling luas penyebarannya, dan terdapat banyak di wilayah Asia Muslim (meskipun sedikit di antara orang-orang Arab) serta Turki, Bosnia-Herzegovina, dan wilayah Volga Ural. Bermula di Bukhara pada akhir abad ke-14, Naqsyabandiyah mulai menyebar ke daerah-daerah tetangga dunia Muslim dalam waktu seratus tahun. Perluasannya mendapat dorongan baru dengan munculnya cabang Mujaddidiyah, dinamai menurut nama Syekh Ahmad Sirhindi Mujaddidi Alf-i Tsani ("Pembaru Milenium kedua", w. 1624). Pada akhir abad ke-18, nama ini hampir sinonim dengan tarekat tersebut di seluruh Asia Selatan, wilayah Utsmaniyah, dan sebagian besar Asia Tengah. 


Ciri yang menonjol dari Tarekat Naqsyabandiyah adalah diikutinya syari'at secara ketat, keseriusan dalam beribadah menyebabkan penolakan terhadap musik dan tari, serta lebih mengutamakan berdzikir dalam hati, dan kecenderungannya semakin kuat ke arah keterlibatan dalam politik (meskipun tidak konsisten). 


Menurut Syaikh Najmuddin Amin al Kurdi dalam kitab Tanwirul Qulub, Naqsyabandiyah  berasal dari dua buah kata bahasa Arab, yakni naqsy dan bandNaqsy artinya ukiran atau gambar yang dicap pada sebatang lilin atau benda lainnya. Band artinya bendera atau layar besar. Secara keseluruhan kata Naqsyabandi artinya ukiran atau gambar yang terlukis pada suatu benda, melekat, tidak terpisah lagi, seperti tertera pada sebuah bendera atau spanduk besar. Berdasarkan hal tersebut, maka dinamakanlah dengan nama Naqsyabandi, karena Syaikh Bahauddin pendiri tarekat ini senantiasa berzikir mengingat Allah berkepanjangan, sehingga lafaz Allah.. Allah.. itu terukir melekat ketat dalam kalbunya.(Tanwirul Qulub oleh Syekh Najmuddin al-Kurdi,Halaman 539).


2 komentar:

  1. Alhamdulillah Allah memberiku petunjuk, apa yg selama ini saya cari yaitu ingin menghidupkan titik ba di hati sanubari, Asnawi 087812743863

    BalasHapus

"Terimakasih telah berkunjung ke blog saya, silahkan berkomentar dengan sopan"