Mengenai Saya

Foto saya
Thariqah Sammaniyah al-'Aliyyah al-Qodiriyah al-Khalwatiyah - Syatthariyah 'Arifin Billah - Syatthariyah Ashaliyah - Naqsyabandiyah al-Khalidiyah. Dibawah bimbingan : Guru Mursyid Tengku Mudo al-Khalidi as-Sammani as-Syatthari. Dengan alamat : Kelurahan.Jombang, Kecamatan.Ciputat, Kota.Tagerang Selatan, Provinsi.Banten. WhatsApp Admin : 082385789999

Minggu, 26 Mei 2019

Thariqah Qadiriyyah dan Naqsyabandiyyah

Thariqah Qadiriyyah Naqsyabandiyyah
(TQN) diinisasi dan dikembangkan oleh seorang ulama sufi besar asal Nusantara yang bermukim di Makkah yaitu Syaikh Ahmad Khatib Sambas (Syaikh Ahmad Khatîb b. ‘Abd al-Ghaffâr al-Sambasî al-Makkî, w. 1875 M) sebagai penggabungan dari dua tarekat besar, yaitu Qadiriyyah dan Naqsyabandiyyah. Ajaran-ajaran tasawuf dan tarekat Syaikh Ahmad Khatib Sambas terhimpun dalam kitab suntingan muridnya yang berjudul “Fath al-‘Ârifîn”.

Syaikh Ahmad Khatib Sambas memiliki tiga orang khalifah utama yang meneruskan ajaran tarekatnya itu, yaitu
1).Syaikh Abdul Karim Banten yang berkedudukan di Makkah,
2).Syaikh Thalhah Kalisapu Cirebon (w. 1935), dan
3).Syaikh Ahmad Hasbullah Madura.
Dua nama ulama terakhir kemudian pulang ke Tanah Air dan menyebarkan ajaran TQN di Nusantara.

Dari jalur Syaikh Thalhah Kalisapu, kemudian melahirkan jaringan TQN di Jawa Barat. Khalifah Syaikh Thalhah Kalisapu adalah Syaikh Abdullah Mubarok (Abah Sepuh, w. 1956) dari Suryalaya, Tasik Malaya, yang kemudian diturunkan lagi kepada putranya, KH. Ahmad Shohibul Wafa Tajul Arifin (Abah Anom, w. 2011). Adapun Syaikh Abdul Hadi Madura, beliau menurunkan jaringan TQN di Jawa Timur, seperti Syaikh Romli Tamim di Peterongan (Jombang, w. 1956), lalu kepada putranya KH. Musta’in Romli (w. 1984), juga kepada KH. Utsman al-Ishaqi (Surabaya, w. 1984) lalu ke putranya KH. Asrori al-Ishaqi (w. 2009).

Adapun dari jalur Syaikh Abdul Karim Banten yang meneruskan kemursyidan Syaikh Ahmad Khatib Sambas di Makkah, TQN kemudian menyebar di wilayah Banten, Bogor (Jawa Barat) dan Jawa Tengah. Di Bogor, salah satu murid Syaikh Abdul Karim Banten yang paling utama adalah KH. Tubagus Falak (Pagentongan, w. 1972). Adapun di Jawa Tengah, murid utama Syaikh Abdul Karim Banten adalah Syaikh Ibrahim Brumbung (w. 1927).

Syaikh Ibrahim Brumbung (lahir 1839 M) sendiri berasal dari Terboyo, Semarang. Beliau adalah putra dari Sayyid Muhammad/Raden Yuda Negara atau yang dikenal dengan Sunan Terboyo. Ketika muda, Syaikh Ibrahim belajar di beberapa pesantren tua di Jawa Timur, seperti Pesantren Cempaka (Nganjuk) dan Pesantren Langitan (Tuban). Syaikh Ibrahim lalu pergi ke Makkah untuk belajar dan bermujawarah di kota suci itu. Di antara guru utama beliau di Makkah adalah Syaikh Abdul Karim Banten. Itulah mengapa di kemudian hari, Syaikh Ibrahim Brumbung memiliki kedekatan dengan KH. Tubagus Falak Pagentongan Bogor, karena keduanya adalah murid terdekat Syaikh Abdul Karim Banten semasa di Makkah.

Sepulangnya ke Nusantara, Syaikh Ibrahim kemudian menetap di Brumbung, Mranggen, Demak, dan mendirikan Pesantren al-Ibrahimiyyah sekaligus menjadi penyebar TQN. Beliau sezaman dengan Syaikh Soleh Darat Semarang (w. 1903). Dua orang putranya, yaitu KH. Ihsan dan KH. Thoyyib, meneruskan perjuangan sang ayah sekaligus menurunkan silsilah TQN. Salah satu cucu beliau yang masih hidup saat ini adalah KH. Abdul Wahhab Mahfuzi yang juga mengasuh pesantren al-Syarifah di Brumbung.

Syaikh Ibrahim Brumbung juga menurunkan banyak murid yang kelak menjadi ulama besar. Di antaranya adalah KH. Asy’ari Kendal (yang juga menantu beliau) dan KH. Abdurrahman Mranggen (pendiri Pesantren al-Futuhiyyah Mranggen, Demak, w. 1941), juga putranya, KH. Muslih Abdurrahman Mranggen (w. 1981), yang sekaligus menjadi khalifah Syaikh Ibrahim Brumbung. Hingga saat ini, Pesantren al-Futuhiyyah Mranggen Demak terkenal sebagai salah satu pusat persebaran ajaran TQN di Jawa Tengah yang mana sanadnya mengambil dari jalur Syaikh Ibrahim Brumbung itu. KH. Muslih Abdurrahman Mranggen sendiri menulis kitab “al-Futuhât al-Rabbiyyah fî al-Tharîqah al-Qâdiriyyah wa al-Naqsyabandiyyah”.

Selain mengkaji jaringan kekerabatan antar “silsilah” (genealogi keilmuan) TQN yang membentang luas itu, mengkaji jaringan karya-karya TQN yang dihasilkan oleh Syaikh Ahmad Khatib Sambas dan murid-murid turunannya itu tentu tak kalah menarik. Misalnya, jaringan dan kekerabatan kitab-kitab (1) “Fath al-‘Ârifîn” yang dinisbatkan kepada Syaikh Ahmad Khatib Sambas, lalu kitab (2) “Risâlah Silsilah al-Tharîqatain al-Qâdiriyyah wa al-Naqsyabandiyyah” yang dihimpun oleh “anak murid”-nya, yaitu Syaikh Abdul Karim Banten, dan “cucu murid”-nya, yaitu “Syaikh Ibrahim Brumbung”, kemudian kitab (3) “al-Futûhât al-Rabbâniyyah li al-Tharîqah al-Qâdiriyyah wa al-Naqsyabandiyyah” yang dihimpun oleh “cicit murid”-nya, yaitu KH. Muslih Abdurrahman Mranggen.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

"Terimakasih telah berkunjung ke blog saya, silahkan berkomentar dengan sopan"