Mengenai Saya

Foto saya
Thariqah Sammaniyah al-'Aliyyah al-Qodiriyah al-Khalwatiyah - Syatthariyah 'Arifin Billah - Syatthariyah Ashaliyah - Naqsyabandiyah al-Khalidiyah. Dibawah bimbingan : Guru Mursyid Tengku Mudo al-Khalidi as-Sammani as-Syatthari. Dengan alamat : Kelurahan.Jombang, Kecamatan.Ciputat, Kota.Tagerang Selatan, Provinsi.Banten. WhatsApp Admin : 082385789999

Senin, 01 April 2019

Tarekat Naqsyabandiah The Power of Rabitah Sebagai Pelita Qalbu

Tarekat Naqsyabandiah The Power of Rabitah Sebagai Pelita Qalbu

Rabithah dalam etimologinya diartikan dengan “perhubungan, perikatan”.(Kamus Arab-Indonesia, Mahmud yunus, 136). Syekh Daud al-Fatani di dalam kitabnya “Diya 'u 'l-Murid” menyebutkan bahwa rabitah itu  mengkhayalkan rupa shaikhnya pada di antara dua matanya maka yaitu  terlebih sangat muakkad bagi memberi bekas. Maka dihadirkan rupa shaikhnya pada hatinya..

 Hal senada juga diungkapkan oleh Syekh 'Abdus Shamad al-Palimbangi di dalam kitabnya “Hidayatus-Salik” menyebutkan tentang adab-adab berzikrullah, antara lain beliau menyebutkan adab yang ketujuhnya dengan katanya:"Ketujuh, menyerupakan rupa shaikhnya antara kedua matanya dan adab ini terlebih muakkad (sangat-sangat dituntut) pada ahli tasawwuf."

Sementara dalam pandangan Syekh Muhammmad Amin Al Kurdi menyebutkan diharuskan seorang murid terus menerus merabitahkan rohaniahnya kepada rohaniah Syekh gurunya yang mursyid, guna mendapatkan karunia dari Allah SWT.  Beliau mengatakan sebuah karunia yang didapati itu bukanlah karunia dari mursyid, sebab mursyid tidak memberi bekas, yang memberi bekas yang hakiki, yang memberi bekas sesungguhnya hanya Allah SWT.

Allah yang berhak dan memberi kurnia dan memberi nikmat hanya Allah SWT, sebab ditangan Allah SWT sajalah seluruh perbendaharaan yang ada di langit dan di bumi, dan tidak ada yang dapat berbuat untuk mentasarufkannya kecuali Allah SWT. Hanya saja Allah SWT mentasarufkannya itu, melalui pintu- pintu yang telah ditetapkan-Nya atau menjadi Sunnah-Nya, antara lain melalui para kekasih-Nya, para wali-wali Allah SWT yang memberikan syafaat dengan izin-Nya (Tanwirul Qulub, Syekh Amin Al Kurdi, 1994, hal 448).

DALAM melahirkan sebuah kekuatan dan energi, peran dari sebuah rabitah sangat besar. Salah satu kekuatan yang  selalu hadir dan mengawasi kita adalah bagian dari prosesi rabitah. Lihatlah dalam lintasan sejarah apa yang terjadi pada nabi Yusuf As. Saat beliau nyaris terjerumus dalam perbuatan yang terlarang dan ini merupakan salah satu indikasi atas kenyataan tersebut.

Telah disebutkan dalam surat Yusuf ayat 24 yang berbunyi, “Sesungguhnya wanita itu telah bermaksud (melakukan perbuatan itu) dengan Yusuf, dan Yusuf pun bermaksud (melakukan pula) dengan wanita itu andaikata dia tidak melihat tanda (dari) Tuhannya. Demikianlah, agar Kami memalingkan dari padanya kemungkaran dan kekejian. Sesungguhnya Yusuf itu Termasuk hamba-hamba Kami yang terpilih. (QS. Yusuf : 24) .

Para ulama tafsir berpendapat bahwa “burhan” (tanda) pada ayat di atas yang dilihat oleh Nabi Yusuf As sebagaimana yang diungkapkan Syekh Ibnu Kasir dalam tafsirannnya ada beberapa argumen. Pertama, riwayat dari pada Ibn 'Abbas, Sa'id, Mujahid, Sa'id bin Jubair, Muhammad bin Sirin, al-Hasan, Qatadah, Abi Salih, al-Dahak, Muhammad bin Ishaq dan lain-lainnya menyebutkan bahwa Nabi Yusuf As itu telah melihat rupa ayahandanya, Nabi Ya'qub sedang menggigit jari-jari tangannya dan disebutkan pula dalam satu riwayat lainnya dari Ibn 'Abas (juga) bahwa Nabi Ya'qub telah memukul dada Nabi Yusuf.

Kedua, Al-'Awfi berkata (berdasarkan riwayat) dari Ibn 'Ab bas bahwa Nabi Yusuf telah nampak dalam pandangannya rupa raja yang menjadi tuannya itu (menurut pendapat ulama beliau bernama Qithfir).

Berdasarkan  ayat di atas bahwa Nabi Yusuf telah melihat ayahnya Yacob dan ini diperkuat juga argumen yang dikutip oleh Imam At-Thabari dalam tafsirnya, Ibnu Abbas r.a. menjelaskan bahwa ungkapan andai kata Yusuf tidak melihat bukti tuhannya dalam surah Yusuf di atas tersebut adalah, andai kata beliau tidak melihat bayangan bentuk wajah ayahnya [Tafsir al-Thabari,XII: 186].

Semakin jelas dari ungkapan Ibn Abbas ini bahwa Yusuf mengalami rabithah secara otomatis dengan izin Allah. Sudah selayaknya kita untuk terus berusaha selalu “bersama” dengan Allah dan kalaupun tidak sampai ke tingkat tersebut, kita diperintah unntuk bergaul dengan orang yang bersama dengan Allah, terlebih di era globalisasi yang sangat banyak tantangan dan cobaan.

Merespons fenomena ini sebagian kaum arifibillah (orang-orang yang sudah mengenal Allah SWT) berkata: "Bersamalah engkau selalu dengan Allah, dan jika engkau belum bisa, maka bersamalah engkau selalu dengan orang yang sudah bersama dengan Allah” (Tanwirul Qulub, hal. 512).

Dalam pandangan ulama tasawuf rabithah mursyid merupakan salah satu metode untuk mendapatkan  wasilah menuju Allah. Perintah berwasilah sebagaiman disebutkan dalam kalam Allah SWT  yang beberbunyi :“ Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan carilah wasilah   (jalan) yang mendekatkan diri kepada-Nya dan berjihatlah pada jalan-Nya, supaya kamu mendapat keberuntungan”. (QS. al Maidah [5] : 35)

Rasululah SAW tidak pernah kita bertemu dengan beliau, namun dengan kekuatan the power of rabiitah dengan perantaraan para masyaikh, kita sebagai salik dan murid yang senantiasa taat dan patuh kepada mursyid (masyaikh) mampu juga menghubungkan rohaniah dengan junjungan Rasulullah SAW.

Seseorang ahli ilmu meskipun yang telah berilmu tinggi namun hatinya tidak hidupnya lampu The Power of Rabitah itu, sehingga kosongnya sang qalbu nur ma'rifah sehingga tidak dapat menyaksikan Allah dengan mata hatinya (bermakrifah) atau tidak yakin bahwa Allah selalu melihat segala perbuatan dan sikapnya, sehingga berakhlak tidak baik maka hal tersebut menunjukkan ketidakdekatannya dengan Allah SWT.

Editor: IHAN NURDIN



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

"Terimakasih telah berkunjung ke blog saya, silahkan berkomentar dengan sopan"